Tuesday, April 24, 2012

Perdagangan Organ Tubuh Ilegal, dari Kemiskinan Hingga Terpidana Mati

Perdagangan Organ Tubuh Ilegal, dari Kemiskinan Hingga Terpidana Mati

Apa yang menyebabkan manusia rela menjual organ-organ tubuhnya? Mayoritas karena faktor kemiskinan. Ada pula organ tubuh yang dijual-belikan dari terpidana mati setelah mereka dieksekusi.

Masyarakat miskin adalah pihak yang sering tergoda menjual salah satu ginjalnya di pasar gelap. Dalam beberapa kasus, pendonor direkrut dan diterbangkan ke negara lain untuk diambil organnya dalam ruang operasi. Pada tahun 2003, ditemukan jaringan penjual beli ginjal ilegal di Afrika Selatan.


Para pendonor yang direkrut kebanyakan berasal dari pemukiman kumuh di Brasil dan diterbangkan ke Afrika Selatan untuk diambil organnya. Kompensasi yang diberikan antara US$ 6.000 sampai US$ 10.000 atau sekitar Rp 55 juta sampai Rp 91 juta. Para tengkulak di Afrika Selatan mampu menjual organ hingga mencapai US$ 100.000 atau sekitar Rp 917 juta.

Salah satu kasus besar di Amerika Serikat melibatkan seorang ahli bedah mulut di New York bernama Michael Mastromarino. Ia membuka layanan yang disebut Biomedical Tissue Services dengan seorang perias mayat bernama Joseph Nicelli pada tahun 2000.

Selama bertahun-tahun, duet ini memanen jaringan manusia dari tubuh dari rumah duka dan menjualnya ke fasilitas penelitian. Sindikat ini terbongkar setelah menjarah organ milik Alistair Cooke, jurnalis terkenal di Amerika Serikat, pada tahun 2005. Kedua penjual organ ini akhirnya ditangkap dan dituntut dengan berbagai tuduhan kejahatan.

Sementara China, menurut New York Times pada 23 Maret 2012, mengakui mengambil organ tubuh dari napi yang telah dieksekusi mati. China akan mengakhiri praktek ini antara 3-5 tahun mendatang, karena mendapat banyak kecaman dari negara-negara penjunjung HAM.

"Janji untuk meniadakan sumbangan organ dari narapidana merupakan tekad pemerintah," kata Wakil Menteri Kesehatan China, Huang Jiefu, menurut kantor berita resmi Xinhua.

Pemerintah China mengakui, negara hanya menggunakan organ napi yang didonorkan secara sukarela. Pengadilan, dokter, pejabat otoritas kesehatan, RS dan napi sendiri mesti setuju secara tertulis atas proses ini.

Sebelumnya, peneliti Human Rights Watch Group di Hong Kong, Nicholas Bequelin mengatakan bahwa 90 persen organ di China berasal dari napi yang dieksekusi mati dan dia menyerukan untuk menghentikan praktik ini sejak 1994.

Sejak 2007, China memang telah mengeluarkan peraturan mengenai donor organ sukarela. Namun secara adat di masyarakat China, mereka harus memakamkan dan mengkremasikan organ jasad secara utuh.

Peraturan di China, diizinkan menjual organ tubuh bila seseorang mengalami kematian otak. Yang dikhawatirkan, di wilayah-wilayah yang penegakan hukumnya masih lemah, dokter tergoda untuk menyatakan seseorang mengalami kematian otak dan lantas memanen organ tubuhnya.

Masih dilansir dari NY Times, Yayasan Dui Hua, LSM HAM di San Fransisco memperkirakan pada Desember 2011, China mengeksekusi 4 ribu orang. Jumlah itu, lebih banyak dari napi eksekusi mati di dunia. Jumlah itu juga jauh lebih rendah dari perkiraan 8 ribu orang terpidana mati yang dieksekusi mati di China tahun 2007, di mana MA China menyerahkan putusan akhir hukuman mati pada pengadilan yang lebih rendah.

China juga melarang transplantasi organ pada turis atau warga asing. Hal ini karena permintaan atau daftar tunggu penerima donor di negeri itu sudah termasuk banyak. Menurut Harian Rakyat, koran resmi pemerintah China, China memiliki 300 ribu pasien penyakit liver stadium akhir, namun hingga pekan ke-11 tahun 2012, China baru melakukan transplantasi 546 liver dan organ besar lainnya, dan mengatakan bahwa mayoritas calon penerima donor meninggal karena menunggu organ.

Isu mudahnya mendapat organ tubuh di China ini sampai mengundang turis atau warga negara asing. Kasus yang terkenal, 17 turis Jepang melakukan transplantasi ginjal dan liver di China, seperti dilansir NY Times pada 17 Februari 2009. Mereka membayar US$ 87 ribu tiap operasinya. Wakil Menkes China, Huang Jiefu, menegaskan akan memberikan sanksi pada 3 RS yang terlibat.

NY Times pada 15 Juni 2000, juga pernah melaporkan bahwa sekitar 1.000 WN Malaysia telah melakukan transplantasi di China, menurut dokter pakar ginjal, Dr SY Tan. Banyak pasien menyerah setelah tak ada harapan untuk organ donor, sementara rata-rata waktu menunggu organ itu adalah 16 tahun.

Jual Organ

Sementara itu, ada juga yang rela menjual organnya, hanya gara-gara ingin memiliki barang yang diidam-idamkan, iPad. Xiao Zhang, siswa sekolah di Provinsi Anhui, China, ini menjual salah satu ginjalnya seharga 20 ribu yuan (sekitar Rp 26 juta) agar bisa membeli iPad 2 yang didambakannya, seperti dilansir dari Global Times, 3 Juni 2011.

Rumah sakit Chenzhou 198 di Provinsi Hunan, tempat di mana Zhang dikabarkan melakukan operasi pengambilan ginjal, tidak bersedia menjelaskan soal kasus ini.

Dikutip dari Xinhua, Senin (9/4/2012), ada lima orang yang tertangkap atas kasus ini, di mana salah satunya merupakan seorang dokter bedah. Mereka saat ini tengah diseret ke meja hijau di Kota Chenzhou, Provinsi Hunan, China bagian tengah.

Salah seorang tersangka disebutkan mengaku melakukan hal tercela tersebut lantaran tengah terlilit utang akibat judi. Dari aksi penjualan ginjal ilegal tersebut, total ia menerima bayaran USD 35.000 (220.000 yuan). Di mana sebesar USD 3.500 (22.000 yuan) di antaranya diberikan kepada si pendonor, pelajar SLTA tersebut.

Dari Indonesia sendiri, 2 WNI pernah diadili di Pengadilan Singapura karena menjual ginjalnya. 2 WNI itu bernama Toni dan Sulaiman Damanik. Toni berusia 27 tahun, sedang Sulaiman 26 tahun. Demikian dilansir AFP, 30 Juni 2008.

Dua WNI yang terlibat perdagangan organ divonis bersalah oleh pengadilan Singapura. Sulaiman Damanik, yang akan menjual ginjalnya kepada Tang Wee Sung dipenjara dua minggu dan denda S$ 1.000 atau Rp 6,7 juta.

Seperti dilansir straitstimes.com, putusan itu dijatuhkan kepada Sulaiman dalam sidang Kamis (3/7/2008). Sementara itu Toni, dihukum lebih lama dari Sulaiman yaitu 3 bulan dua minggu dan denda S$ 2.000 atau Rp 13,5 juta.

Hukuman Toni lebih berat karena penjualan ginjal Toni pada Juliana Soh telah berhasil dilakukan. Toni mendapat uang Rp 186 juta. Saat itu, Toni mengaku sebagai anak angkat Juliana.

Yang lebih memberatkan, Toni juga bersalah karena telah menjadi penghubung penjualan ginjal Sulaiman. Dia akan mendapat komisi Rp 20 juta atau S$ 3.200 jika operasi Sulaiman berhasil.

Kementerian Kesehatan Singapura menyatakan, jual beli organ tubuh dilarang di Singapura dan banyak negara lainnya untuk menghindari eksploitasi pada orang miskin dan berpotensi melahirkan risiko medis.

No comments:

Post a Comment